Logo Paroki Trinitas Mahakudus Paslaten
Paroki
Trinitas Mahakudus
Paslaten

Profil Paroki

Diperbarui: 22 Juni 2025 pukul 20.19

Pastor

Cover Untuk Berita (1).png
Pastor Paroki dan Pastor Rekan

Visi dan Misi

Visi

Gereja Paroki Trinitas Mahakudus Paslaten Mengembangkan jati diri dan martabatnya dalam Komunitas yang Berbasis Sabda, Iman, Persaudaraan, Kerasulan dan Masyarakat.

Misi

  1. Menghidupkan persekutuan umat dalam Komunitas Basis Gereja; Wilayah Rohani, Kategorial, Serikat Organisasi dan Paroki berdasarkan spiritualitas Tritunggal Mahakudus.
  2. Menggalakkan katekese terutama tentang sakramen-sakramen Gereja dengan memerhatikan pengadaan sarana, pengadaan pedoman-pedoman katekese, pengadaan pedoman persiapan dan perayaan sakramen-sakramen Gereja, penguatan tim katekese.
  3. Meningkatkan peran kaum awam dalam karya kerasulan Gereja sesuai keterampilan dan fungsi masing-masing melalui pembekalan dan mengupayakan pengadaan dan penerapan pedoman liturgi khusus di bawah koordinasi Komisi Liturgi Keuskupan.
  4. Memajukan karya-karya kerasulan awam dalam kerja sama penuh dengan kaum tertahbis di bidang martabat keluarga, sosial-ekonomi, keberpihakan kepada kaum miskin, hukum, hubungan antaragama dan keutuhan ciptaan
  5. Mengembangkan pastoral sekolah dan mengusahakan pendidikan informal
  6. Menginventarisasi, mengadministrasi dan memberdayakan aset Gereja di Paroki demi pengembangan umat paroki dan menata manajemen keuangan sesuai pedoman keuangan paroki yang ditetapkan Keuskupan Manado.

Sejarah

Sejarah Paroki Trinitas Mahakudus tidak lepas dari sejarah Paroki Hati Kudus Yesus Tomohon. Lebih jauh lagi sejarah Paroki Trinitas Mahakudus tentu sekali tidak terlepas dari sejarah panjang pesemaian benih iman di Keuskupan Manado baik pada fase pertama tahun 1538 oleh Fransisco de Castro, seorang nakoda kapal Portugis, dan tahun 1563 oleh Pastor Diego Magelhaens sampai tahun 1645 oleh Pastor Lorenzo Garalda dan Pastor Juan Yrenzo, maupun pada fase kedua ketika iman (Gereja) Katolik kembali, tumbuh dan berkembang di Keuskupan Manado ketika Pastor J. De Vries SJ datang di Minahasa pada Bulan September 1868 dan mulai membaptis di Kema, Ratahan dan Langowan . Perjalanan misi Pastor de Vries dilanjutkan tahun 1873 oleh Pastor G. Metz, SJ dan Pastor Joan van Meurs, SJ. Tujuh tahun kemudian, yakni pada tanggal 8 dan 13 Desember 1875 sebanyak 17 orang Tomohon dipermandikan oleh Pastor Joan van Meurs di Manado. Beliau melanjutkan karya misi yang sudah dirintis oleh Pastor J. De Vries, SJ; seorang pastor yang diberi tugas oleh Uskup Vrancken untuk pelayanan kerohanian umat yang telah ada, mengadakan sensus dan menyiapkan lokasi untuk mendirikan sebuah pos kerja pastoral. Sesudah peristiwa pembaptisan pertama di Manado, Pastor Meurs datang ke Tomohon pada Hari Natal. Dalam kunjungannya itu beliau mewartakan Injil di wilayah yang disebut Toumu’ung; meliputi Paslaten, Kolongan, Talete dan Kamasi, dan wilayah Rurukan dan Kakaskasen. Karya pewartaannya itu menghasilkan umat baru dengan peristiwa baptisan pada tanggal 25 dan 26 Desember 1875 serta pada tanggal 6 Januari 1876. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi starting point sejarah lahirnya Gereja Katolik di Tomohon (sekarang Kevikepan Tomohon) dan secara khusus di Trinitas Mahakudus Paslaten. Umat perdana Tomohon (toumuung) yang dibaptis pada tanggal-tanggal historis tersebut berjumah 151 orang dewasa dan anak-anak. Para baptisan baru tersebut umumnya berasal dari Paslaten, Kolongan dan Walian serta beberapa orang yang berasal dari Matani, Kamasi dan Talete.

Bulan Juli 1889, Pastor A. Bolsius tiba di Manado dan menjadi pastor pembantu di Manado. Beliau datang ke Tomohon lalu menetap di Paslaten di pastori yang didirikan oleh pastor Joan van Meurs. Pastor Bolsius membangun sebuah gereja berkerangka kayu; dinding bambu; atap rumbia dan lantai setengah tanah di atas tanah yang dipinjamkan oleh keluarga Matheus Langitan. Lokasi gereja itu terletak di Paslaten; di tempat berdirinya bekas rumah uskup; ditahbiskan tanggal 27 Mei 1891. Karya Pastor Bolsius dilanjutkan oleh Pastor P.A. Wintjes yang datang di Tomohon dan mulai menetap di Paslaten tanggal 27 November 1895. Tiga tahun kemudian; 7 Maret 1898 Pastor A.P.F. van Velsen datang menetap dan menjadi pastor pembantu di Tomohon. Dalam reksa pastoralnya Pastor Wintjes sangat memerhatikan sektor pendidikan. Beliau mendirikan bangsal-bangsal darurat sebagai tempat belajar dan mulai tahun 1896 sampai 1899 mengirim calon-calon guru untuk belajar di Semarang pada institusi pendidikan. Tiga orang muda yang diutus pada waktu itu adalah; Yan Langitan dari Paslaten, Andreas Kalesaran dari Taratara dan Yunus Waha dari Lemoh. Pastor Velsen memusatkan perhatian khusus pada pendidikan guru. Dibantu oleh Yan Langitan dkk, beliau membuka kursus peningkatan mutu guru.

Wilayah pelayanan yang cukup luas mendorong Pastor Wintjes untuk memberi peran kepada kaum awam untuk ambil bagian dalam kunjungan dan reksa pastoralnya. Dan akhirnya setelah mendapat persiapan dan pembekalan, Pastor Wintjes mengangkat Simon Langitan dalam jabatan sebagai Penulong (Belanda: Hulp leeraar; istilah di kalangan Protestan yang kemudian diganti dengan panggilan Guru Jumat). Dalam kunjungan-kunjungan berikutnya Pastor Wintjes mulai membina calon pemimpin awam lokal dan kemudian diserahi tugas kepemimpinan. Guru Jumat yang pertama untuk Tomohon adalah Gabriel Kaunang dan untuk pemimpin kelompok-kelompok umat (Pengentar), Pastor Wintjes menunjuk Cornelis Langitan dan Samuel Pioh.

Seiring dengan pertumbuhan iman dan perkembangan umat, dan sejalan dengan program Petinggi Gereja di Batavia pembangunan gereja permanen dengan konstruksi beton diputuskan untuk dibangun. Dan untuk memenuhi persyaratan untuk pembangunan gedung gereja, Pastor Wintjes bernegosiasi dengan mayor Herman Wenas untuk rencana tukar menukar pekarangan. Setelah terjadi kesepakatan maka gereja permanen mulai dibangun di lokasi sekarang dan ditahbiskan 28 September 1903. Rumah mayor Wenas menjadi biara suster JMJ dan rumah kayu bekas biara suster dibenahi oleh Bruder Timmerman tahun 1913 menjadi pastori yang baru.

Sejak peristiwa baptisan perdana dan dalam perjalanan sejarah selanjutnya, iman umat Katolik di Paslaten terus menerus ditempa oleh beragam peristiwa yang ternyata tidak mampu menyurutkan kehidupan beriman umat. Ada beberapa masa ketika para gembala umat tidak diijinkan berkarya di wilayah Tomohon karena berseberangan dengan kebijakan pemerintah Belanda pada saat itu. Demikian juga umat dicerai beraikan oleh Perang Dunia II terlebih ketika Jepang menduduki Tomohon pada tahun 1942. Pada saat itu, sarana prasarana dirampas, kegiatan keagamaan dibatasi, umat kerja paksa bergiliran (rodi), dan yang lebih memilukan adalah Umat Tomohon menjadi saksi ketika para imam, biarawan-biarawati serta Gembala Utamanya Mgr. W. Panis ditangkap dan dipenjarakan. Demikian juga, umat harus dicerai beraikan oleh perang saudara Permesta. Namun, Roh Kudus senantiasa berkarya dibalik segala peristiwa yang dihadapi umat. Dimasa-masa sulit ini, tampillah para pemimpin awam yang tangguh. HB Palar mencatat: “Penulong M. Makalew, guru B. Pandenuwu, A. Sangki, W. Wagey, F. Angkow, naik gunung turun lembah menyusuri lereng-lereng gunung Mahawu, Masarang, Tampusu mencari umat yang hidup dalam penyingkiran.” Demikian juga dengan sosok HDJ Tinangon. “Dalam segala hal yang mengancam gereja, ia telah maju sebagai perisai dengan resiko tinggi kehilangan kepalanya diujung samurai Kempeitai.”

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tanggal 28 April 1968 Paroki Hati Kudus Yesus Tomohon dimekarkan menjadi dua paroki; Paroki Hati Kudus Yesus Tomohon Utara meliputi Paslaten I, Paslaten II, Kolongan, Kamasi, Talete dipimpin oleh Pastor J.v.d Wouw, MSC sebagai pastor paroki dibantu oleh Guru Jumat A. Sangki untuk wilayah Paslaten, Daniel Pati untuk wilayah Kolongan, Marianus Supit untuk wilayah Kamasi, Johanis Wowor untuk wilayah Talete. Paroki Roh Kudus Tomohon Selatan meliputi Walian, Uluindano dan seluruh Kelurahan Matani yang dipimpin oleh Pastor Ch. De Jong, MSC dibantu oleh Guru Jumat B. Pandeinuwu untuk wilayah Walian/Uluindano dan H.J. Tuerah untuk seluruh wilayah Matani. Di Paroki Hati Kudus Yesus peran penulong Max Makalew digantikan oleh A. Sangki. Sebutan Penulong diganti dengan istilah Guru Jumat dan paroki membentuk Komunitas Basis Gereja dalam wilayah-wilayah kecil yang disebut Blok . Tahun 1978 Pastor J. B. Talibonso, MSC selaku Pastor Paroki Hati Kudus Yesus, merubah sistem peran kaum awam dengan membentuk Dewan Pastoral Paroki. Istilah Blok diganti dengan sebutan Wilayah dan pada waktu itu Paroki Hati Kudus Yesus dibagi dalam 12 Wilayah , kemudian berturut-turut dimekarkan menjadi 18 Wilayah Rohani tahun 1994 oleh Pastor Marcel Rarun, 30 Wilayah Diakonia tahun 2003 oleh Pastor Fred S. Tawaluyan, Pr kemudian 44 Wilayah Rohani oleh Pastor Benediktus Salettia, Pr tahun 2013. Pada tanggal 17 Januari 2021, Pastor Petrus Tinangon, Pr selaku pastor paroki mengadakan pemekaran wilayah rohani menjadi 51 wilayah rohani dan 14 koordinasi.

Demikianlah karya Allah yang senantiasa mendampingi umatNya. Semua peristiwa yang dihadapi oleh umatNya justru semakin mendewasakan iman mereka serta semakin menguatkan sensus catholicus. Dan untuk mensyukuri rahmat kasih karunia Allah yang terus menyertai Gereja-Nya pada tanggal 25 Desember 2010, Paroki Hati Kudus Yesus Tomohon merayakan Kenangan 135 Tahun Baptisan Perdana.

Sejarah baru kembali mulai terukir di Paroki Hati Kudus Yesus Tomohon. Tanggal 16 September 2013 Uskup Manado Mgr. Joseph Suwatan, MSC dalam kunjungannya di Paroki Hati Kudus Yesus, menyampaikan kepada Pastor Paroki saat itu; Pastor Benedictus Salettia,Pr untuk menyiapkan rencana pemekaran paroki. Besoknya, tanggal 17 September 2013, Pastor Paroki memanggil Ketua DPP Bidang Kerohanian Bapak Stefhanus Hanny Pangemanan dan Ketua Bidang Umum Bapak Christian Poluakan untuk membahas proses tindak lanjut tawaran uskup tersebut. Dan pada tanggal 20 September 2013 dibentuklah Tim Kerja Pemekaran Paroki yang diketuai oleh Bapak Nico Pangemanan yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua KBK Thomas Moore dan Ketua Panitia Pembangunan Aula di Paslaten. Tim kerja ini (Aldrin Timbuleng, Welly Wenur, Corneles Turang, Johan Rampengan, Max Imbang, Eldad Tambun, Ben Palar, Edmund Umpun, John Aray, Hanny Pangemanan, Sandra Pongoh dan Cherly Mantiri) menyusun proposal pemekaran dan kemudian mengajukannya kepada Bapak Uskup Manado pada tanggal 13 Oktober 2013. Selanjutnya Tim Kerja tersebut dikembangkan menjadi Panitia Pembangunan Gereja yang ditetapkan pada Hari Selasa, 29 Oktober 2013.

Sesudah kurang lebih satu tahun pekerjaan pembangunan gereja, pada tanggal 31 Mei 2015, Pastor Petrus Tinangon, Pr menjadi pastor Paroki. Beliau menegaskan bahwa proses pembangunan tetap dilanjutkan dengan panitia yang sama. Demikan proses dan perjalanan pembangunan gereja berlangsung dan atas kebijakan Pastor Petrus Tinangon, sebagian uang kas paroki dari pelbagai sumber dialokasikan untuk pembangunan gereja disamping usaha-usaha panitia, donasi pemerintah Provinsi dan Kota, donasi benefactores serta partisipasi umat melalui tenaga dan pelbagai usaha dana.

Akhirnya setelah selama 6 tahun; terhitung sejak 26 Juni 2011 sampai 18 November 2017, pada tanggal 19 November 2017 Gereja dengan anggaran kurang lebih 4,5 miliar (tidak termasuk tenaga kerja bakti) tersebut ditahbiskan oleh Uskup Manado, Mgr. Benediktus Estephanus Rolly Untu, MSC dan diresmikan oleh Gubernur Sulawesi Utara; Bapak Olly Dondokambey dengan nama Gereja Trinitas, nama yang diberikan oleh Pastor Petrus Tinangon, Pr selaku Pastor Paroki. Sejak saat itu Misa Hari Minggu (Minggu II dan IV), Hari Raya dan pada perayaan-perayaan khusus lainnya secara rutin diselenggarakan di Gereja Trinitas.

Selang beberapa waktu kemudian, Pastor Paroki menyatakan bahwa pembangunan pastoran akan dimulai dengan modal awal sumbangan 25 juta dari gubernur yang diterima pada perayaan pentahbisan gereja Trinitas. Maka dibentuklah Panitia Pembangunan Pastoran pada tanggal 12 April 2018 yang diketuai oleh Bapak Jhon Sulangi yang saat ini menjabat sebagai Koordinator Bidang Pembangunan dan Aset. Dalam rencana awal, bangunan pastoran dibuat permanen dengan konstruksi satu lantai. Namun kemudian dalam proses pekerjaan pembangunan tersebut diputuskan untuk merancang bangunan dengan konstruksi dua lantai dengan prioritas lantai pertama. Dan akhirnya pada Bulan Agustus 2019, Panitia pembangunan pastoran melaporkan bahwa pembangunan lantai satu sudah selesai dan sudah siap pakai. Dengan selesainya pembangunan pastoran (lantai satu) ini, Pastor Paroki lalu menetapkan untuk membentuk Panitia Persiapan Pemekaran Paroki Baru dengan salah satu tugasnya menyusun proposal pemekaran yang baru menggantikan proposal yang pernah diusulkan pada tahun 2013.

Pada tanggal 20 Februari 2021 sampai dengan tanggal 29 Agustus 2021 Pastor Albertus Imbar menggantikan Pastor Petrus Tinangon yang akan pindah tugas di Paroki Paroki Santa Teresa dari Kalkuta Griya Paniki Indah Manado. S Selanjutnya karena satu dan lain hal, pemekaran paroki belum dapat direalisasikan. Pastor Paroki Fecky Evendy Singal, Pr yang secara defitif menjadi pastor paroki menggantikan Pastor Albertus Imbar, Pr melanjutkan pembangunan pastoran, yakni; penyelesaian bangunan lantai dua, pembangunan garasi, refter dan kamar tidur karyawan, sambil melengkapi pastoran dengan perabotan dan sarana-sarana lain sesuai kebutuhan. Dan akhirnya pada tanggal 25 Oktober 2022, pastoran Trinitas Mahakudus diberkati oleh Uskup Manado dan diresmikan oleh Gubernur Sulawesi Utara.

Perjalanan sejarah pertumbuhan dan perkembangan umat kembali terukir setelah Uskup Manado Mgr Benedictus Estefanus Rolly Untu, MSC mengeluarkan Surat Keputusan pada tanggal 19 Februari 2023 tentang pembentukan paroki ke 78 di Keuskupan Manado yakni Paroki Trinitas Mahakudus Paslaten dengan wilayah pelayana mencakup seluruh wilayah pemerintahan Paslaten Satu dan Paslaten Dua Kecamatan Tomohon Timur, Kota Tomohon yang terdiri dari 25 wilayah rohani. Pada saat yang sama uskup menetapkan Pastor Hadi Ignatius Untu, Pr sebagai Pastor Paroki.

Paroki Trinitas Mahakudus Paslaten